UTANG LUAR
NEGRI: ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN DALAM ALOKASI UTANG LUAR NEGRI INDONESIA
Abdul Hamid Syarif
S.1014.215
Sekolah Tinggi konomi Islam Tazkia
Sentul City,
Bogor Jawa Barat
Download Link Disini Aja
Abstract
External Debt is the one of the problem
that Indonesian’s face. But not only Indonesia but also the state that still in
growth is traped in External Debt (external debt). Many peoples said that external debt is harmfull
and give the big problem for the state. But in the other hand, debt is blessing
for the state because it help the state to develope their state to create a
good growth of the state and for the better
condition of the economic. Basicly, debt is materialized if the state
budget is deficit and not enough for the finance allocation to the sector, such
as to build the state infrastructure, education, health, and any other sector
that need a lot of financial. At the first of Indonesian empire, Indonesia use
the external debt ( foreign financing) to build the foundation of economic. We
can see the the state that succes build their state from External Debt, such as
Japanese, Belgia and another state. In the era of suharto’s empire, Indonesia
is one of the Asian’s Lion (macanasia) because therapid growth of the economic. And indonesain called
the Miracle of East Asia because the growth of economic that significan and the income increase each year.
Basicly, the aint of External Debt is to reduceing unemployment, poverty
elleviation, and spur more growth in the economy. But in islamic view, external
debt is forbiden because forign debit will never getting loose with interest.
Whereas interest (riba) is something forbidden in islam an it’s include one of
the big sin in islam. But we can’t see from only one side because in the fact
developing countries can’t stand alone without another country.
Jel:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Selama tiga dekade (1966-1996, perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 5%
pertahun. Prestasi yang bersifat spektakuler dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang hanya berkisar antara 2.4% setahun.
Hal ini menempatkan Indonesia kedalam kelompok pilihan perekonomian Asia yang
berkinerja tinggi (high-performing Asian
economics)yang dicirikan dengan adanya pertumbuhan yang cepat dan
ketidak_merataan pendapatan yang menurun[1][1]. Akan tetapi dibalik pertumbuhan yang
sangat cepat tersebut terdapat masalah yang sangat mengancam perekonoman negara
yakni masalah utang yang pada awalnya tidak dianggap sebagai masalh besar
sehingga banyak orang mengistilahkannya dengan pedang bermata dua. Utang luar
negri merupakan masalah yang dihadapi Indonesia sejak zaman presiden pertama.
Hal ini dikarenakan pada awal terbentuknya Indonesia tidak tercukupinya dana
atau finansial yang digunakan untuk membangun negara seperti penyediaan pangan,
dll. Pada masa Orde Baru, pada tahun 1966 jumlah ekspor Indonesia hanyalah
sebesar US$ 679 juta, sementara kebutuhan untuk impor mencapai 527 juta dolar.
Pada tahun 1966 itulah ekonomi Indonesia ambruk yang ditandai dengan kenaikan
inflasi tanpa batas yakni sekitar 650%. Disananalah awal mula hutang-hutang
pemerintah mulai meningkat dan hal tersebut juga diiringi dengan krisis dan
utang luar negeri Indonesia mulai jatuh tempo [2][2].
Utang luar negri pada
dasarnya bertujuan untuk mendanai pembentukan/membangun ekonomi negara.
Kurangnya dana untuk membangun ekonomi mengharuskan untuk mencari dana lain
sebagai dana tambahan. Dana tambahan berasal dari dana dalam negri dan luar
negri. Usaha
pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam
negeri dan pengerahan modalyang bersumber dari luar negeri. Pengerahan model
yang bersumber dari dalam negeri berasal
dari 3 (tiga) sumber utama, yaitu: tabungan sukarela masyarakat, tabungan
pemerintah dan tabungan paksa (forced saving).Hal
ini mengharuskan Indonesia untuk melakukan pinjaman ke luar negri untuk
menutupi Defisit APBNkarena penerimaan pemerintah dari pajak lebih kecil
daripengeluaran pemerintah (T - G = fiscal gap).Akhirnya
pada waktu itulah utang luar negri menjadi beban yang besar mengingat kurangnya
kemampuan negara untuk melakukan pembayaran baik dari sisi keuangan maupun dari
penyediaan devisanya sehingga lambat laun utang tersebut berkembang cepat dan
menjadi salah satu beban negara.
Secara umum
beberapa indikator beban utang luar negeri Indonesia telah memperlihatkan
perbaikan signifikan. Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB terus
menurun. Pada 1998 tercatat sebesar 150%, kemudian menurun menjadi 54,9% pada
2004 dan menjadi 26,6% pada 2011. Rasio utang terhadap ekspor juga mengalami
penurunan secara signifikan dari 179,7% pada 2004 menjadi 97,4% pada 2011. Pada
periode yang sama, debt service ratio Indonesia terlihat berfluktuasi.
Pada2006 debt service ratio mencatat angka tertinggi 25,0%, kemudian
terus menurun menjadi 21,1% ada 2011.Sementara itu, per 31 Desember 2011, rasio
total utang pemerintah (dalam dan luar negeri) terhadap PDB menurun tajam
menjadi 25%, dari sebesar 47% pada 2005, dan sebesar 89% pada 2000. Nilai rasio
utang pemerintah terhadap PDB yangmoderat merupakan cerminan darikebijakan fiskal
yang efisien dan berhati-hati.Pada 2011, posisi ULN swasta meningkat cukup
signifikan menjadi 106.7 miliar USD (27.4%) dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan terutama disebabkan berlakunya sanksi denda kepadaperusahaan yang
tidak melaporkan kewajiban utang luar negeri berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 12/24/PBI/2010 tanggal 29 Desember 2010. Sanksi yang telah
berlaku efektif sejak Juli 2011 telah meningkatkan cakupan pelaporan dan jumlah
pelapor utang luar negeri swasta.[3][3]
Data APBN 2018-2012
*Angka dalam triliun rupiah
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012 (APBNP)
|
|
Pendapatan negara dan hibah
1.
Penerimaan
dalam negri
- Pajak
- Non-pajak
2.
Hibah
|
981.6
979.3
658.7
320.6
2.3
|
848.8
847.1
619.9
227.2
1.7
|
995.3
992.3
723.3
268.9
3.0
|
1,210.6
1,205.4
873.9
331.5
5.2
|
1,358.2
1,357.4
1,016.2
341.1
0.8
|
Belanja negara
1.
Belanja
pemerintah pusat
a.
Bunga
utang
- Dalam negri
- Luar negri
b. subsidi
2.
Transfer
daerah
|
985.7
693.4
88.4
59.9
28.5
275.3
292.4
|
937.4
628.8
93.8
63.8
30.0
138.1
308.6
|
1,042.4
697.4
88.4
61.4
26.9
192.7
344.7
|
1295.0
883.7
93.2
79.6
13.6
295.3
411.3
|
1,548.3
1,069.5
117.8
84.7
33.0
245.1
478.8
|
Surplus/defisit anggaran A-B
|
(4.1)
|
(88.6)
|
(46.8)
|
(84.4)
|
(190.1)
|
Pembiayaan
1.
Utang
2.
Non-utang
|
84.1
16.6
67.5
|
112.6
83.9
28.7
|
91.5
86.9
4.6
|
130.9
102.7
28.3
|
190.1
156.2
33.9
|
Kelebihan/(kekurangan) pembiayaan
|
80.0
|
23.9
|
44.7
|
46.5
|
0.0
|
Data
sources: Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan Republik
Indonesia
Jika dilihat berdasarkan tujuan utama
hutang luar negri yakni:Untuk mengatasi masalah kekurangan mata uang asing,
dan untuk mengatasi masalah kekurangan
tabungan. kedua masalah terse but biasa disebut dengan masalah kesenjangan
ganda (the two gap problems)
yang dicetuskan oleh Chenery dan Bruno (1979)[4][4], yaitu kesenjangan tabungan (saving
gap) dan kesenjangan mata uang asing (foreign exchange gap).(Arief Daryanto:2001)
Secara ringkas tujuan hutang luar negri antara
lain adalah:
a.
Jangka panjang
-
Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui hutag dengan biaya minimal
pada tingkat rasio terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terjaga.
-
Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang
dalam, aktif dan likuid.
b.
Tujuan jangka pendek
-
Memastikan tersedianya dana untuk menutuo defisit dan pembayaran kewajiban
pokok utang secara tepat waktu dan efisien[5][5].
Utang luar negri tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan
infrastruktur negara seperti pembangunan jalan, saran transportasi darat maupun
laut, jembatan, bendungan, listrik dan sarana-sarana lain sehingga pendapatan
perkapita Indonesia bisa meningkat. Bahkan dengan perkembangan ekonomi
Indonesia yang begitu pesat, Indonesia masuk dalam kategori Keajaiban Ekonomi
Dunia bahkan Indonesia juga dikatakan sebagai Macan Asia dan Keajaiban Asia
Timur. Hingga pada tahun 1997/1998 terjadi krisis yang mengakibatkan Indonesia
mengalami resesi ekonomi dan mengakibatkan infestor-infestor banyak yang
menarik modalnya dari Indonesia. Akibatnya Indonesia mengalami defisit neraca
pembayaran dan hutang luar negri Indonesia semakin menjadi beban berat. Bahkan
bukan hanya hutang pokok yang harus dibayarkan, melainkan hutang bunga yang
sangat besar harus ditanggung juga oleh pemerintah Indonesia.Negara
berkembang yang mempunyai hutang yang jumlahnya besar menyebabkan defisit
transaksi berjalan karena haraus membayarkan beban bunga yang tinggi[6][6].Defisit
transaksi berjalan[7][7] yang
berkelanjutan yang dialami oleh banyak negara berkembang merupakan penyebab
utama negara-negara tersebut terus saja merninjam dari luar negeri,
terutama negara-negara yang kondisi
ekonorni dalam negerinya tidak menggairahkan investor dari negara-negara maju,
sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mensubsitusi modal pinjaman
dariluar negeri dengan modal dari Penanaman Modal Asing (PMA). Defisit
transaksi berjalan yang terus menerus yanf dibiayai oleh cadangan devisa atau
utang luar negri tidak hanya mengakibatkan negara peminjamyang bersangkutan
semakin terjerumus ke dalam krisishutang luar negeri, tetapi juga akan
mengancam kestabilanperekonornian dan kelanjutan pembangunan ekonorni
yangsedang berlangsung di negara tersebut. Pilihan terbaikuntuk meningkatkan
transaksi berjalan adalah meningkatkan ekspor (X) dan mengurangi ketergantungan
impor(M)
Berdasarkan
data Bank Indonesia dan Direktorat Pengelolaan Hutang Kementrian Keuangan RI
jumlah hutang luar negri Indonesia sebesar 1,989.92 triliun rupiah. Sedangkan
jumlah hutang bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah pertahun 2012 adalah
sebesar 117.79 triliun rupiah. Untuk kebih jelasnya silahkan lihat tabel
berikut:
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
|
Total utang
|
1,389.41
|
1,636.74
|
1,590.66
|
1,676.85
|
1,808.95
|
1,989.92
|
Pemby. Utangbunga
|
79.81
|
88.43
|
93.78
|
88.38
|
93.20
|
117.79
|
Prosentase
|
5.9%
|
5.8%
|
5.8%
|
5.4%
|
5.4%
|
5.6%
|
*dalam triliun rupiah
*Suber: www.bi.co.id
Pada tahun 2007-2012 ini rasio Defisit Budget Indonesia berdasarkan jumlah
PDB juga menunjukkan nilai fositif dibandingkan negara-negara lain seperti
mexico sebesar 2.4%, Brazil 2.3%, UK 8.0%, polandia 3.2% dll[8][8]. Sedangakn defisit anggaran Indonesia
sebesar 2.2%. sedangkan rasio hutang luar negri Indonesia berdasarkan PDB pada
tahun 2011 sebesar 24.4%. Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya tingkat hutang
luar negri Indonesia mengalami kenaikan dan menunjukkan perkembangan yang
positif setiap tahunnya.Banyak ahli ekonomi yang mendukung perlunya utang luar
negeri karena memberikan dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi,akan tetapi tidak sedikit yang berpendapat
sebaliknya.Banyak ahli berpendapat bahwa apabila suatu negara mempunyai profil
hutangyang wajar atauyang diinginkan (adesirable debt profile),maka
negara tersebut tidak perlu mengkhawatirkan eksistensi hutang sebagai salah
satu pendukung keberhasilan pembangunan nasional.Williamson (1999) berpendapat
bahwa profil hutang yang wajar oleh suatu negara mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Jurnlah
hutang tidak boleh melebihi 40 persen GNP
2. Jurnlah
hutang tidak boleh melebihi 200 persen jurnlah ekspor suatu negara,
3. DSR (debt
service ratio), yang menunjukkan ratio jurnlah hutang terhadap ekspor,
tidak boleh lebih dari 5 persen. Jika
jumlah hutang melebihikondisi yang ditentukan dalam profil hutang yang
wajar,maka eksistensi hutang dapat dianggap sebagai ancaman yang dapat
menyebabkan krisis ekonomi suatu negara.
Untuk lebih
jelanya mengenai rasio utang, dapat dilihat pada tabel dibawah:
Rasio utang terhadap PDB Indonesia dan berbagai negara[9][9]
|
||||||
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
||
Argentina
|
56.1
|
48.6
|
48.6
|
45.1
|
41.4
|
|
Brazil
|
45.1
|
38.8
|
59.5
|
54.7
|
54.2
|
|
Germany
|
64.9
|
66.0
|
73.2
|
83.4
|
81.8
|
|
India
|
58.2
|
56.4
|
57.3
|
50.6
|
48.5
|
|
Indonesia
|
35.1
|
33.0
|
28.3
|
26.0
|
24.4
|
|
Italy
|
104.0
|
105.8
|
115.8
|
119.1
|
120.1
|
|
Japan
|
170.0
|
172.1
|
192.9
|
199.7
|
211.7
|
|
Turkey
|
39.5
|
39.6
|
39.7
|
39.8
|
39.9
|
*sumber
CIA’s World Factbook 2010
Dalam paper ini akan dijelaskan mengenai
perkembangan hutang luar negri Indonesia beserta kronologi terjadinya utang
luar negri Indonesia yang mengakibatkan Indonesia terjerat dalam hutang luar
negri (debt trap). Dan dalam paper
ini juga akan sedikit mengulas tentang solusi dalam menyelesaikan utang luar
negri yang semakin lama semakin membengkak. Dalam paper ini juga terdapat
banyak opini-opini penulis yang suatu saat bisa disanggah atau disalahkan.
1.2 Rumusan Masalah
·
Peranan huang luar negri terhadap perkembangan perekonomian suatu negara.
·
Perkembangan hutang luar negri Indonesia.
·
Pandangan Islam terhadap utang luar negri
·
Permasalahan dalam pengalokasian luar negri.
·
Solusi terhadap jebakan hutang luar negri (debt trap).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan paper ini agar para pembaca
mengetahui kronologi terjadinya utang negara dan perkembangan utang luar negri
Indonesia sampai tahun 2012. Dalam paper ini penulis mencoba untuk memaparkan
berbagai permasalahan dalam pengalokasian dana luar negri Indonesia dan
menelaah peremasalahan dalam pembayaran hutang luar negri Indonesia yang
semakin membelit dan memberatkan pemerintah khususnya dalam melunasi hutangnya.
1.4 MetodePenelitian
Penulisan paper ini merupakan
hasil penelitian pustaka (library
research),oleh karena itu, semua data adalah data sekunder berupa
buku-buku, jurnal dan surat kabar. Dan pendapat individu penulis sendiri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Utang luar negri bagi negara-negara berkembang
merupakan salah satu instrument utama yang digunakan dalam kebijakan fiskal
suatu negara. Utang luar negri juga berperan penting dalam menpang pertumbuhan
ekonomi negara berkembang agar bisa disetarakan dengan negara-negara industri
maju. Banyak negara-negara yang berhasil memngembaangkan perekonomian negaranya
melalui utang lluar negri seperti Korea Selatan, Uganda, Brazil, dan Taiwan
(william esterly: 2003). Akan tetapi tidak sedikit negara yang mengalami
kegagalan dalam memanfaatkan utang luar negri sebagai instrumen untuk memajukan
perekonomian negaranya. Salah satunya adalah Indonesia yang bisa dikategorikan
sebagai salah satu negara yang gagal dalam memanfaatkan utang luar negri. Dalam
paper ini pembahasan mengenai utang luar negri terbatas pada seberapa jauh
efektifitas utang luar negri dalam mendukung perkembangan dan perubahan ekonomi
suatu negara khususunya negara berkembang,
perkembanganutangluarnegridanbagaimanaislammemananghaltersebut.
Peranan utang
luar negri memang sangat vital bagi setiap negara, akan tetapi dibalik dampak
positif yang timbulkan oleh utang luar negri terdapat juga banyak dampak
positif bagi negara-negara peminjam terlebih lagi bagi negara-negara miskin
karena utang lluar negri akan menjadi beban bagi negara dan akan mengganggu
perkembangan ekonomi negara (Qayyum,MuslehHaider 2012) oleh karenanya
penulis mencoba menganalisis permasalahan-perasalahan yang timbul dari utang
luar negri dengan melihat data-data perkembangan ekonomi negara khususnya
Indonesia sekaligus penulis mencoba untuk memaparkan solusi yang ditawarkan
oleh para peneliti.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan, dalam paper ini akan dicantumkan beberapa
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peniliti terdahulu yang pernah dibaca
oleh penilis diantaranya adalah:
1. Penelitian pertama yang
ditulis oleh Ilhan Ugurel dengan judul External
Debt of The Islamic Countries: The Present Situation And The Future Prospect
yang di muat dalam Journal of Economic Cooperation 20, 4 tahun 1999 73-106
menjelaskan mengenai kondisi negara-negara islam yang tergabung dalam OIC yang menggunakan utang luar negri sebagai
salah satu instrumen finansial dalam menutupi defisit APBN negaranya di masa
depan. Ugurel menjelaskan bahwa negara-negara islam banyak yang menggunakan
utang luar negri sebagai salah satu instrumen fiskal akan tetapi banyak
negara-negara islam yang tidak menggunakannya dengan cara yang efektif. Utang
yang dalam jangka pendek tersebut digunakan sebagai sarana pembiayaan proyek
dalam jangka panjang sehingga menyebabkan utang berkembang dengan cepat.
2. Penelitiann yang kedua
ditulis oleh Haryo Kuncoro dengan judul Ketangguhan
APBN Dalam Pembayaran Utang yang dimuat dalam Buletin Ekonomi dan
Pembangunan volume 13 no. 4 bulan April 2011. Penelitian yang dilakukan oleh
kuncoro menyimpulkan bahwa ketangguhan APBN Indonesia dalam pembayaran utang
masih belum tercapai mengingat besarnya utang dalam negri daripada utang luar
negri. Oleh karena itu Haryo menekankan kembali bahwasanya dalam penerbitan
Surat Utang Negara (SUN) harus dilakuka dengan penuh kehati-hatian dan
mempertimbangkan surat utang yang sudah jatuh tempo. Pnataan dan pengaturan
maupun penjadwalan kembali dan restrukturisasi utang sangat ditekankan agar
penyebaran utang bisa dilakukan sesuai dengan batas waktu pinjaman (maturity).
3.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Catherine Pattillo, Hélène Poirson, and Luca Ricci dengan judul “What Are the Channels Through Which External
Debt Affects Growth?” Yang dimuat dalam IMF working paper WP/04/15 edisi
januamri 2004 mengatakan bahwa utang dalam jumlah banyak (besar) akan
mengurangi pertumbuhan perkapita sekitar 1% poin dan utang pada tingkat yang
rendah dampak negatif utang tidak terlalu signifikan karena tidak memberikan
dampak yang besar terhadap keuangan negara.
4. Penelitian
keempat yang ditulis oleh Unbreen Qayyum and Din Musleh ud and Adnan Haider dengan judul Foreign Aid,
External Debt and GovernancedariMunich Personal RePEc Archive MPRA Paper No. 40260 yang dipublikasikan 25.
July 2012 menyatakan bahwa bantua luar negri dan utang luar negri tidak
memberikan pengaruh pada laju konsumsi tapi memberikan dampak pada tigkat
konsumsi. Utang luar negri juga memberikan dampak pada perkembangan
perekonomian suatu negara tapi menciptakan beban ekonomi pada negara. Qayyum,
Musleh dan Haider mengatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang
negara-negara berkembang harus memiliki peraturan (hukum) yang unggul yang
tidak berat sebelah (memihak) dan konsisten yang dapat memastikan kualitas
pemerintahan. Bantuan asing memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi dan memainkan peran konstruktif dalam memacu kegiatan ekonomi ekonomi.
Utang luar negeri memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan beban
yang menempatkan ekonomi ke dalam kesulitan. Berdasarkan hasil penelitiannya,
Qayyum dkk menganjurkan agar negara bekembang tidak bergantung pada utang luar
negri dalammenutupi defisit keuangan dan memenuhi anggaran belanja.
5.
Penelitian selanjutnya ditulis oleh Easterly, W. (2003) dengan judul Can Foreign Aid Buy Growth? Yang dimuat
dalam Journal of Economic Perspectives, 17: 23-48 bahwa dalam mengambil
kebijakan utang luar negri, setiap negara hendaklah slektif dalam memilih
lembaga kreditor yang akan memberikan pinjaman. Penggunaan utang luar negri
juga hendaknya digunakan pada sektor-sektor yang vital yang akan membantu dalam
perngembangan ekonomi negara. Hal tersebut agar negara melalui perkembangan
ekonominya dapat melakukan pembayaran utang kepada pihak kreditor.
6.
Studi yang
dilakukan oleh Arief dan Sasono (1987) menghasilkan kesimpulan bahwa selama
periode 1970-1986, arus bersih modal asing yang masuk ke Indonesia yang terdiri
dari investasi modal asing dan hutang luar negeri, setelah memperhitungkan
pembayaran eicilan bunganya dan keuntungan yang ditransfer pihak asing ke luar
negeri menunjukkan nilai kumulatifyang negatif. Artinya bahwa hutang luar
negeri selama periode tersebut menyebabkan Indonesia menjadi eksportir modal ke
negara donor.Disamping itu, studi mereka menunjukkan bahwa hutang luar negeri
ternyata tidak mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
7. Studi yang
dilakukan oleh Kuncoro (1989) dalam Arif Daryanto menunjukkan bahwa hutang luar
negeri membawa dampak langsung dan dampak total yang negatifbagi pertumbuhan
ekonomi. Hal ini jelas sekali menunjukkan ketidakefektifan penggunaan hutang
luar negeri. Ketidakefektifan penggunaan
utang luar negeri dibuktikan pula oleh Ahmad (1991). Ia juga
menyimpulkan bahwa diantara faktor penyebab peningkatan hutang luar negeri,
temyata defisit dalam neraca pembayaran menyerap dua per tiga pertambahan
hutang. Sedangkan sisanya, sebesar sepertiga disebabkan oleh fluktuasi nilai
tukar.
BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Peranan UtangLuar Negri terhadap perkembangan
perekonomian suatu negara.
Utang luar
negri jika dipandang dari segi syariah islam bahwasanya utang luar negri itu
tidak terlepas dari sistem bunga (interest) yang mengakibatkan negara
penerima juga secara otomatis harus membayar bunga tersebut. Artinya secara
tidak langsung terjadi Riba Qord (riba utang piutang) dimana dalam islam
bahwasanya riba itu diharamkan dalam bentuk apapun. Akan tetapi melihat keadaan
yang terjadi sekarang ini bahwa negara berkembang mustahil untuk bisa berdiri
sendiri tanpa adanya bantuan dari negara lain terutama dalam hal finansial.
Utang luar negri merupakan suatu keharusan dan menjadi instrumen utama bagi
negara berkembang dimana dana tersebut digunakan untuk menutup kekurangan
anggaran negara dalam hal pembangunan perekonomian. Utang luar negri juga
menjadi salah satu konsekuensi dari APBN yang mengalami defisit sehingga
memerlukan dana untuk menutupi defisit tersebut. Oleh karena itu utang luar
negri menjadi sebuah keharusan bagi Negara Sedang Berkembang (NSB). Menurut
teori yang dikemukakan oleh Harrod dan Donar yang menyatakan bahwa untuk
mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang dikehendaki, maka suatu membutuhkan dana
tertentu. Oleh karena itu dana tersebut tidak cukup hanya dana dari dalam negri
saja, maka kekurangannya harus dipenuhi dari luar.[10][10]
Melihat
pentingnya dana bantuan dari luar negri terutama bagi negara berkembang guna
untuk memenuhi kebutuhan dalam mengembangkan perekonomian negaranya. Khusus
Indonesia, utang luar negri digunakan sebagai dana percepatan pembangunan
infrastruktur dan pembangunan ekonominya dan dana luar negri tersebut
dimasukkan sebagai penerimaan pemerintah dalam APBN. Pada awal kemerdekaan
Indonesia, utang luar negri menjadi pilihan sebagai dasar untuk membangun
pondasi ekonomi Indonesia karena pada saat itu negara belum mempunyai kemampuan
untuk membiayai pembangunan ekonominya.
Utang luar
negri menurut Sukarna Wiranta disebabkan oleh teori tarikan (pull theory) dan
teori Desakan (push theory). Teori tarikan didasarkan atas
ketertarikannya atas proses peningkatan kapasitas produksi. Sementara toeri
desakan disebabkan oleh tarikan lembaga-lebaga internasional seperti IMF, World
Bank, dll.[11][11]
Pada dasarnya pinjaman luar negri juga bukan berasal
dari tarikan pihak-pihak pendanaan internasional melainkan karena memang negara
tersebut membutuhkan dana internasional tersebut dan akhirya menjadikan suatu
negara menjadi tergantung (dependence)pada utang luar negri dan mengakibatkan utangnya
semakin membengkak. Di Indonesia sendiri, peningkatan utang pemerintah mulai
meningkat secara drastis sejak diterbitkannya obligasi negara (utang domestik)
pada tahun 1999 untuk menyelamatkan sektor perbankan yang pada saat itu
mengalami krisis keuangan (ascarya 2004). Hal tersebut juga beriringan dengan
adanya krisis global yang menjangkit banyak negara terutama Indonesia.
Selain itu Indonesia juga membuka utang dalam negri
sebagai sarana penyelamatan perekonomian negara.Kenaikan jumlah utang
pemerintah juga merupakan akumulasi dari utang masalalu pemerintah Indonesia
yang membutuhkan dana yang besar untuk pelunasannya (debt refinancing) yang belum terselesaikan. Hingga pada akhirnya pemerintah membuka kembali utang baru yang
digunakan sebagai sarana untuk melunasi utangnya. Pada dasarnya pemanfaatan utang luar negri ini harus diselaraskan
dengan politik luar negri yang bebas aktif yaitu:
1.
Utang luar
negri hanya besifat pelengkap dan tidak boleh dikaitkan dengan ikatan politik.
2.
Syarat-syarat
pembayaran utang tidak
memberatkan tidak memberatkan bagi negara penerima utang dan dalam batas-batas
kemampuan untuk membayar kembali.
3.
Penggunaan
bantuan luar negri diperuntukkan bagi pembiayaan proyek-proyek yang produktif
sesuai dengan prioritas pembangunan dan dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahtraan rakyat.
Namun melihat kenyataan yang sekarang terjadi bahwa dalam
pembayaran utang luar negri menyebabkan negara peminjam menjadi terbebani oleh
utang pokok dan terlebih lagi utang bunga yang kian meningkat karena tingkat
bunga yang harus dibayarkan. Hal ini juga ditambah lagi dengan banyaknya
dana-dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan proyek-proyek maupun
infrastruktur negara banyak yang disalah gunakan maupun dikorupsi yang
mengakibatkan inefisiensi anggaran.Maka dalam hal ini, pendapat Niskanen
mengenai hubungan antara Birokrasi dan Efisiensi anggaran yang mengatakan bahwa
birokrasi merupakan salah satu penyebab inefisiensi anggaran dan tidak
terpenuhinya fungsi pemerintah dalam menjalankan fungs ialokasinya.[12][12] Hal itu menjadikan fungsi utang
luar negri menjadi melenceng dan mengakibatkan target pembangunan negara
menjadi terhambat, baik di sektor pembangunan maupun di sektor rill. Jadi
krisis utang (debt crisis) yang terjadi hampir disemua negara penerima
pinjaman ataupun Negara Sedang Berkembang (NSB) lebih banyak disebabkan karena
kesalahan dalam pengelolaan dana luar negri tersebut (debt management)
sehingga mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Pada akhirnya penulis berpendapat bahwasanya utang
luar negrti itu tidak bisa kita pandang sebelah mata. Melihat peranannya dalam
pengembangan ekonomi negara, utang luar negri memberikan kontribusi yang sangat
besar dan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa, sehingga banyak negara
mengatakan bahwa Indonesia dikatakan sebagai Macan Asia, Keajaiban Ekonomi Asia
Timur dan pendapat yang lainnya. Terlepas dari hal itu ternyata setelah tahun
1997/1998 Indonesia terkena dampak krisis global yang menyebabkan terjadinya
kehancuran ekonomi Indonesia. Yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah: apakah gelar-gelar yang diterima Indonesia itu
masih melekat samapi sekarang atau bahkan hilang?
B. Perkembangan utang luar negri Indonesia.
Sejak tahun 1966 Indonesia menjalankan kebijakan
internasional dengan memberi peluang untuk pemasukan modal dan pinjaman luar
negri. Perjanjian ini berbentuk perjanjian antara sejumlah negara yang sifatnya
semacam “konsorsium” seperti IGGI (Inter-Govermental Group for Indonesia) yang
di pimpin oleh Belanda. Dari sinilah proses pinjaman baru
kepada pemerintah Indonesia menemukan
bentuknya. Hingga akhirnya Belanda mengantar Indonesia dalam melangkahi proses
pembangunannya dari tahun ke tahun. Setelah IGGI terdapat forum lanjutannya
yaitu CGI (consultative Group On
Indonesia). Lembaga-lembaga yang lain seperti Bank Dunia (world Bank), IMF, Bank
Pembangunan Asia (Asia’n Development Bank)/ADB, dan lain-lain. Pinjaman luar
negri yang dilakukan Indonesia menyangkut pinjaman-pinjaman untuk kegiatan
usaha dan berbagai sektor agar dapat mempercepat usaha pembangunan dan
sekaligus memperkuat landasan ekonomi kemasyarakatan.[13][13]
Perkembangan ekonomi Indonesia semakin menunjukkan
perkembangan yang baik seiring dengan berjalannya waktu. Akhirnya dengan
perkembangan ekonomi yang begitu pesat. Sejak tahun 1969, pemerintah
Indonesia mulai merencanakan Pembangunan
Lima Tahun (Pelita).
Pelita 1(1 April 69 – 31 Maret 74)
Pada awal pelita 1 Cadangan Devisa pemerintah mencapai
63 juta dolar, jumlah yang hanya mencukupi untuk beberapa minggu saja.
Sementara pada tahun 1969 menunjukkan ekspor sejumlah 995 juta dolar ,
sedangkan impornya mencapai 997 jua dolar. Namun demikian, pada pelita 1 ini,
perekonomian Indonesia menunjukkan prestasi yang baik yaitu pertumbuhan
ekonominya sekitar 6.9% dan indlasi berhasil ditekan menjadi 17.5%. pada akhir
pelita 1 ini, Cadangan Devisa Indonesia mengaami peningkatan yang sangat pesat
dan membanggakan. Karena itu dengan adanya bantuan Luar Negri sebesar 600 juta
dolar, maka neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus sebesar 325 juta
dolar. Pada akhir pelita 1 jumlah Utang Luar Negri Indonesia mencapai 4.4 miliar
dolar.
Pelita II(1 April 74– 31 Maret 79)
Pada pelita II juga menunjukkan perkembagan
perekonomian yang positif meskipun pada tahun 1974 terjadi krisis pertamina
yang menyebabkan cadangan devisa merosot pada tahun tersebut. Namun begitu,
Indonesia menunjukkan kemampuannya untuk menghadapi goncangan permasalahan pada
neraca pembayarannya. Akhirnya pada tahun 1977 jumlah Cadangan Devisa Indonesia
pulih kembali dan meningkat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Untuk
mengembalikan jumlah Cadangan Devisa Idonesia yang merosot tadi, pemerintah
hanya membutkan waktu tiga tahun untuk memulihkan cadangan devisanya. Hal
tersebut memberikan dampak positif bagi sistem keuangan internasional akan
kekuatan Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang sedemikian rupa, akhirnya
pada akhir Pelita II, pertumbuhan ekonomi selama priode Pelita II mencapai 7%
dan tingkat inflasi turun dari 17.5% menjadi 6.7%.
Pelita III (1 April 79 – 31 Maret 84)
Pada periode Pelita III ini juga tidak kalah dari
priode-priode sebelumnya. Perkembangan perekonomian Indonesia kian pesat dengan
adanya surplus neraca pembayaran pada tahun 1983 sebesar 654 juta dolar dan
cadangan devisa juga meningkat menjadi 5 miliar dolar. Kenaikan cadangan devisa
dan surplus neraca pembayaran ini ditopang oleh besarnya nilai ekspor dan
bantuan luar negri serta aliran modal luar negri yang diterima Indonesia. Akan
tetapi pada periode pelita III ini pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin
melambat yakni sekitar 6.1%. dan pada tahun 1982/83 pertumbuhan Ekonomi Indonesia
paling lambat karena saat itu dunia juga mengalami resesi. Pada priode inilah
terjadi krisis utang secara global atau “Global
DEBT problem“. Pada akhir priode ini, utang pemerintah Indonesia mengalami
peningkatan hampir sebesar 20 miliar dolar.
Pelita IV(1 April 84 – 31 Maret 89)
Pada priode ini pertumbuhan ekonomi
Indonesia mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi pada periode ini mengalami
naik-turun sehingga pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5.2%. Cadangan devisa
juga mengalami peningkatan meskipun tidak sebesar pelita-ptlita sebelumnya. Dan
pada akhir periode tersebut, jumlah utang pemerintah mengalami peningkatan
menjadi 38 miliar dolar.[14][14]
Pelita V( 1 April 89
– 31 Maret 94)
Pada periode ke lima pelita ini
ditandai dengan meningkatnya Cadangan devisa pemerintah sebesar 13 miliar
dolar. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan dari sektor yang lain seperti,
penerimaan pemerintah, ekspor non-migas dll.akan tetapi pada pelita V ini,
rasio utang pemerintah jugameningkathingga mencapai 50
miliar dolar.
2012
Pada tahun 2012 ini
jumlah utang pemerintah Indonesa terus meningkat dan mencapai angka Rp 636.68
triliun rupiah. Peningkatan jumlah utang ini juga diiringi dengan meningkatnya
jumlah PDB Indonesia yakni sekitar 24.4% berdasarkan pada data tahun 2011. Hal
ini memberikan sinyal positif bagi negara untuk meningkatkan lagi tingkat
pertumbuhan ekonominya. Bahkan Indonesia duduk diperingkat ke-2 sebagai negara
pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia melangkahi Cina dan India. Hingga
September 2012, outstanding utang pemerintah yang berasal dari pinjaman luar
negeri mencapai Rp636,68 triliun. Pinjaman tersebut berasal dari utang
bilateral Rp391,68 triliun, multilateral Rp220,16 triliun, dan pinjaman
komersial Rp24,45 triliun. Pinjaman bilateral terbanyak berasal dari Jepang
sebesar Rp288,52 triliun. Sedangkan pinjaman yang berasal dari lembaga
multilateral paling banyak berasal dari Bank Dunia sebesar Rp116,47 triliun.
Berdasarkan sektor ekonominya, pinjaman luar negeri paling banyak diserap oleh
sektor jasa Rp170,99 triliun dan sektor bangunan Rp119,70 triliun[15][15].
Dari total utang yang
mencapai Rp 57 triliun rupiah tersebut akan jatuh tempo pada tahun 2013 ini.
Artinya pemerintah punya waktu satu tahun lagi untuk melunasi utangnya kepada
pihak peminjam. Bahkan terdapat isu-isu yang mengatakan bahwa Indonesia akan
menambah jumlah utang luar negrinya pada periode ini yakni sekitar Rp 2.8
triliun.[16][16]
Pinjaman ini bertujuan untuk membantu mendorong keyakinan investor. Terutama
untuk ekspansi pembiayaan nonbank, mendorong permintaan produk pasar modal, dan
perkembangan produk asuransi syariah. Akan tetapi di sisi lain, tambahan utang
yang diterima Indonesia tersebut juga digunakan untuk membayar utang luar negri
yang sebelumnya yang akan jatuh tempo pada tahun 2013. Artinya Indonesia menarik utang untuk membayarkan
utangnya atau seperti istilah Roma Irama dalam lagunya “Gali Lobang Tutup
Lobang”. Dalam keadaan inilah negara berkembang akhirnya terjebak dalam
perangkap utang(debt trap).
Pertumbuhan ekonomi
|
Jumlah utang
|
Inflasi
|
|
Pelita I
|
6.9%
|
$. 4.4
miliar
|
17.5%
|
Pelita II
|
7%
|
6.7%
|
|
Pelita III
|
6.1%
|
$. 20
miliar
|
|
Pelita IV
|
5.2%
|
$. 38
miliar
|
|
Pelita V
|
$. 50
miliar
|
C.
Pandangan islam terhadap utang luar
negri.
Berdasarkan
fatwa MUI yang dimuat dalam majalahTempo(27/05/06) yang disepakati dalam
ijtima’ ulamak komisi fatwa majelis ulama’ Indonesia (MUI) yang bertempat di
pondok modern gontor ponorogo telah menyepakati beberapa hal. Salah satu
diantaranya adalah mengenai permasalahan utang luar negri yang selama ini
dipakai oleh Indonesia untuk mendanai deifisit APBN. Berdasarkan fatwa MUI
tersebut bahwa utang luar negri untuk membiayai pembangunan itu dihukumi boleh
(mubah) selama Negara tersebut dikategorikan tidak mampu.Bahkan dalam pandangan
ilmuan barat, banyak yang tidak setuju dengan adanya kebijakan utang luar
negri.
Selain itu,
salah satu ekonom muslim memberikan tanggapannya terhadap kebijakan utang luar
negri untuk pemenuhan kebutuhan. Al-Mawardi (364-450 H/ 974-1058 M) Dalam
kitabnya Al-Ahkam as-Sulthaniyyah menyatakan bahwa pinjaman dilakukan
saat kondisi keuangan negara tidak mencukupi untuk melakukan pembiayaan anggaran
belanja negara. Kebijakan pinjaman ini dilakukan sebagai solusi terakhir untuk
menutupi defisit anggaran agar sarana publik yang dibutuhkan masyarakat dapat
terpenuhi demi tercapainya tujuan material dan spiritual. Hal tersebut menjadi
kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan Imamah-nya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Mengenai kebijakan pinjaman negara, Al-Mawardi menyatakan dalam
kitabnya:
“jika hiup di kota menjadi tidak
mungkin karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum atau rusaknya tembok
kota, maka negara bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Jika tidak memiliki
dana, negara harus menemukan jalan untuk memperolehnya”
Dari
ungkapan Al-Mawardi diatas, jelas bahwa negara mempunyai peranan yang vital
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat serta merealisasikan kesejahtraan.
Konsekuensinya, negara harus mempunyai dana atau sumber keuangan lain yang
dapat membiayai pelaksanaan tanggungjawab tersebut. Lebih jauh, Al-Mawardi
berpendapat bahwa dalam hal seumber-sumber pendapatan negara, jika negara tidak
mampu memenuhi kebutuhan anggaran anggaran negara atau terjadi defisit
anggaran, maka negara diperbolehkan untuk menetapkan pajak baru atau melakukan
pinjaman kepada publik. Namun demikian tidak semua kepentingan publik dapat
dibiayai dari dana pinjaman publik. Ia berpendapat bahwa ada dua jenis biaya
untuk kepentingan publik, yaitu biaya untuk pelaksanaan fungsi-fungsi mandatory
negara dan biaya untuk kepentingn umum dan kesejahtraan masyarakat dan bukan
untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.[17][17] Sebagai
contoh, bterdapat beberapa kewajiban negara seperti gaji para tentara dan biaya
pengadaan senjata. Kewajiban seperti ini harus tetap terpenuhi terlepas dari
apakah keuangan negara mencukupi atau tidak. Jika tidak tercukupi, negara dapat
melakukan pinjamn kepada publik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun jenis
kewajiban yang bersifat lebih kepada peningkatan kesejahtraan masyarakat,
negara dapat memberikan pembiayaan yang berasal dari dana-dana lain seperti pajak
(Karim, Adiwarman: 2006). Akan tetapi, kebijakan pinjaman ini boleh jika
didukung oleh keadaan ekonomi yang ada dan yang akan datang demi terjaganya
stabilitas ekonomi negara.
Beberapa
ahli yang tidak setuju dengan peranan positif eksistensi uutang dalam
perekonomian di negara-negera berkembang antara lain Rostow (1985), Tanzi dan
Blejer (1988) dan George (1992). Mereka mengatakan bahwa hutang luar negeri
justru menjadi bumerang bagi negara penerima. Perekonomian negara-negara
penerima tidak semakin baik, melainkan semakin hancur. Beberapa alasan yang
menyebabkan kegagalan dalam menggunakan dana pinjaman untuk pembangunan ekonomi
negara berkembang antara lain adalah (Daryanto 2001):
1. Ketidakmampuan
negara penerima memanfaatkan hutang secara efektif,
2. Utang luar
negeri lebih bermotifkan politik dibandingkan ekonomi,
3. Utang yang
diterima dikorupsi oleh pejabat negara berkembang, dan
4. Tidak
bekerjanya mekanisme pasar akibat kegagalan pasar (market failure) seperti
monopoli dan oligopoli.
D.
Permasalahan dalam pengalokasian Dana Luar Negri (Extrnal Debt)
Pada dasarnya tidak tercapainya tujuan utang luar
negri tersebut dikarenakan oleh pengelolaan yang salah terhadap dana-dana luar
negri tersebut. Bukan hanya itu, terdapat banyak faktor-faktor lain yang
menyebabkan hal itu terjadi. Yang menjadi salah satu faktor permasalahan dalam
pengalokasiannya adalah lemahnya pengawasan dari pihak pemerintahan dalam
melakukann tugas-tugasnya dimana pengawa keuangan seperti BPK dan atau PKP
dalam menjalankan tugasnya terdapat kurangnya kontrol dan ketegasan sehingga
rawan terjadinya tindakan korupsi dan ketidak efisienan dalam penyalurannya. Permasalahan di bidang pengawasan yang membuat tidak efektif adalah
ketentuan hukum di bidang pengawasan yang masih terpisah, belum ada satu
ketentuan hukum yang mengatur system pengawasan di Indonesia baik mengenai
kewenangan, tugas, hak, dan tanggung jawab masing-masing. Yang menjadi pengawasan tidak efektif selain
iu juga, tidak adanya kesamaan dalam standar pemeriksaan.[18][18]Jefrey A.
Winters, seorang ekonom dari Northwestern University AS mengemukakan bahwa
paling tidak sepertiga dari bantuan (pinjaman) Bank Dunia untuk Indonesia bocor
di birokrasi Indonesia. Dalam hasil survey Transparancy International
terhadap 52 negara, Indonesia menempati peringkat ke-7 dan di antara negara
ASEAN, berada pada peringkat pertama.[19][19]
Akhir-akhir ini, Indonesia mengalami kasus korupsi
yang besar-besaran sehingga menimbulkan masalah yang cukup rumit dan mengakibatkan
negara mengalami kerugian yang sangat besar. Kasus-kasus korupsi yang terjadi
ini mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin lambat dan
mengakibatkan terkendalanya pembangunan ekonomi. Sehingga dana-dana luar negri
yang didapatkan Indonesia tersebut menjadi salah sasaran dan menjadi beban
berat bagi negara. Hal ini dikarenakan tidak tercapainya fungsi dan tujuan
utama dari Utang Luar Negri tersebut. Akibatnya keadaan ekonomi Indonesia
semakin memburuk dan mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran. Hal inilah
yang menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk mengusulkan pengurangan
sekema utang (debt reduction) karena
utang yang diterima pemerintah sekaang merupakan akumulasi utang sejak masa
orde lama. Utang orde lama yang dikorupsi menjadi beban pemerintah sekarang
sehingga Indonesia mengajukan pengurangan utang sebab pemerintah beranggapan
bahwa utang masa lalu tidak ditanggung oleh pemerintah sekarang atau yang
disebut odious debt atau “utang yang
menjijikkan”. Hanya saja sekema ini tiak bisa diterima oleh negara debitur
karena permasalahan tersebut merupakan masalah internal negara.
Tidak kuatnya hukum dalam menindak para pelanggar
hukum juga mengakibatkan semakin melemahnya perekonmian Indonesia, karena
dana-dana atau uang yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat disalahgunakan
dan dicuri oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Pada
akhirnya Indonesia_pun masuk dalam negara terbesar ke-2 kasus korupsi didunia.
Adapun hambatan-hambatan dalam alokasi dana luar negri tersebut diantaranya
adalah:
a.
Utang luar negri tidak dialokasikan
untuk kegiatan produktif.
Tidak digunakannya utang tersebut untuk kegiatan
produktif yang sifatnya cepat menuai haisl (quick
yielding) mengakibatkan utang tersebut bukannya membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara melainkan hanya menambah beban negara. Utang yang
seharusnya digunakan sebagai sara pembantu dalam meningkatkan ekonomi negara
dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembayarannya.
b.
Menejemen utang yang salah.
Menurut bagus santosa, menejemen utang pemerintah
proses melakukan dan menetapkan strategi pengelolaan utang pemerintah untuk
meningkatkan kebutuhan pembiayaan.[20][20]
Dalam koneteks makroekonomi yang lebih luas bagi kebijakan publik yakni
pemerintah harus menetapkan tingkat utang yang jelas dan tepat agar utang
publik dapat berkesinambungan. Selain itu, kebijakan menejemen utang pemerintah
yang hati-hati dapat mengurangi resiko goncangan keuangan dan perekinomian yang
mungkin timbul di masa mendatang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Menetapkan
tujuan atas menejem utang pemerintah.
2. Membandingkan resiko
atas pertimbangan biaya.
3. Melakuakn
koordinasi yang baik antara pihak moneter dan departemen keuangan.
4. Pemabatasan
atas pertumbuhan utang.
5. Perlunya
pengelolaan atas pembiayaan dan resiko pasar serta beban bunga atas beban
utang.
Akan tetapi yang terjadi sekarang adalah kebalikannya
dimana rasio utang dari tahun ke tahun ke tahun semakin bertambah dan menjadi
beban berat negara. Adapun
kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan utang adalah:
1. Ukuran
pinjaman yang tidak optimal baik kelebihan (Over) ataupun kekurangan (under).
2. Alokasi
dana bantuan yang tidak efektif.
3. Pembayaran
kembali yang tidak sesuai persyaratan.[21][21]
Melihat dari poin ke-2 tersebut bahwa alokasi yang
tidak efektif juga termasuk dalam hal kasus-kasus korupsi terutama di Indonesia
yang menapaki peringkat ke 118 negara dari 174 negara paling banyak kasus korupsinya.
c.
Lemahnya Undang-undang terkait.
Pada tanggal 5 April 2003, secara
resmi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara)
pengelolaan keuangan negara hanya didasarkan pada ketentuan perundang-undangan
warisan colonial Belanda yaitu ICW (Indische
Comptabiliteitswet), RAB (Regelen Voor Het Administratief Behcer)
dan IAR (Instructie en Verdere Bepalingen
Voor de Algemene Rekenkamer) yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan UUD
1945. Pengaturan keuangan didasarakan pada ketentuan perundang-undangan warisan
colonial Belanda yaitu ICW yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan UUD 1945
tidak mampu mendukung tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang semakin kompleks
serta kurang memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Negara sebagaiman
diamanatkan dalam UUD 1945[22][22].
d.
Kasus-kasus korupsi yang melanda negara.
Korupsi merupakan suatu masalah
besar yang dihadapi Indonesia. Hingga Indonesia_pun
menyandang peringkat ke-2 terbanyak kasus korupsi dunia atau berdasrkan data
dari Tranparancy International Corruption Index bahwasanya Indonesia
menduduki peringkat ke 118 negara yang paling banyak kasus korupsinya dan
diiringi oleh Madagaskar dan pada peringkat ke 117 diduuki oleh Mesir.
Akhir-akhir ini, kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara semakin
banyak yang terungkap. Bahkan tidak sedikit dari kasus-kasus korupsi tersebut
mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar seperti kasus Hambalang, kasus
pembangunan wisma atlet yang merugikan negara miliaran rupiah, kasus korupsi
pajak negara dan masih banyak lagi kasus-kasus korupsi dalam sekala besar yang
hinggap. Tingginya kasus korupsi ini menjadi salah satu penyebab alokasi dana
luar negri menjadi terhambat di kantong-kantong para pejabat yang seharusnya
dinikmati oleh masyarakat banyak kini hanya dinikmati oleh segelintir orang
saja.
e.
Ketegasan Hukum.
Selain banyaknya kasus korupsi yang
melanda Inonesia yang menjadi salah satu faktor penghambat jalur alokasi dana
bantuan luar negri menjadi tidak tercapai adalah dengan tidak adanya hukum yang
tegas dalam menindak para pelanggar hukum. Dalam hal ini, ketegasan hukum
sebenarnya tidak ada keterkaitan langsung dengan faktor penghambat alokasi dana
luar negri tersebut. Akan tetapi ketegasan hukum ini berkaitan erat dengan
kasus-kasus korupsi seperti yang telah penulis jelaskan tadi. Jika adanya
ketegasan hukum dalam penindakan para pelaku korupsi, maka akan ada sifat jera
bagi para pelaku-pelaku korupsi. Seperti yang dilakukan oleh cina dalam
memberantas korupsi bahwa pemerintah cina tidak segan-segan menghukum mati para
pelaku korupsi. Atau penerapan hukum Qisosh (penggal kepala) seperti yang
berlaku dalam hukum islam. Lalu bagai mana dengan sikap penegak hukum
Indonesia?
f.
Kurangnya pengetahuan dan bimbingan agama.
Sebagai seorang muslim, tentunya
agama merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita,
baik dalam muamalah, khilafah, terlebih lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan agama merupakan hal yang sangat penting dalam pencegahan dari
perilaku yang menyimpang. Menjadi seorang pemimpin itu membutuhkan pengetahuan
agama yang kuat dan luas karena agama akan menjadi pondasi utama dalam
melakukan kegiatannya, karena ketahan hati dalam menahan godaan pekerjaan itu
tentu membutuhkan keagamaan yang kuat.
g.
Pemerintah Indonesia tidakmampu memanfaatkan hutang luar negeri secara tepat
dan efektif. Prioritas pembangunan ekonomi kurang tajam dantidak
terfokus. Karena itu, penggunaan dan pinjaman luarnegeri tidak berdampak secara
signifikan pada perbaikanekonomi, penciptaan lapangan kerja, penurunan
tingkatkemiskinan dan perbaikan kualitas hidup.
h.
Adanya moral hazard para penguasa sehingga tidak ada doronganyang kuat untuk
melunasi hutang-hutang yang ada danmalah cenderung memperbesarnya
Dengan sekian banyak solusi diatas,
diharapkan bisa menjadi solusi yang efektif dalam usaha keluar dari jebakan
utang. Yang terpenting adalah perbaikan moral dan etika dari para pemimpin yang
telah menyeleweng agar setiap kebiajakan bisa berjalan dengan baik dan masalah
klasik inipun terselesaikan.
E.
Solusi terhadap jebakan utang luar negri (debt trap).
Salah satu solusi yang ditawarkan
oleh penulis adalah dengan cara memaksimalkan Sumber Daya Alam yang ada.
Seperti halnya di maluku yang memiliki
yang memiliki tambang mas abadi yang bisa dimanfaatkan dan dikelola
dengan baik oleh negara. Dan bukan hanya itu, tambang emas yang terdapat
dikabupaten buru menjadi potensi kekayaan alam yang sangat besar bagi negara.
Sekitar 200 hektar di kawasan pegunungan buru adalah tempat pertambangan emas
yang dinilai mempunyai potensi emas yang sangat besar[23][23].
Selain itu dengan memperbaiki tata kelola utang luar negri dengan cara yang
lebih baik menjadi penentu terhadap berkurangnnya rasio utang luar negri
Indonesia. Dengan adanya sistem tata kelola utang yang lebih baik diharapkan
akanmenjadikan utang-utang tersebut berkurang.
Disamping itu peranan lembaga
penegak hukum menjadi sangat vital melihat kondisi Indonesia saat ini yang
sedang dilanda korupsi besar-besaran sehinggga meberikan dampak negatif bagi
negara danmenyebabkan kerugian negara hingga triliunan. Tegasnya penegak hukum
dalam menindak para pelaku kejahatan sangat menentukan karena dengan adanya
sifat tegas dan tidak adanya main mata dengan para petugas akan memberikan
dampak yang kuat bagi para koruptor. Karena dengan banyaknya kasus korupsi yang
melanda Indonesia, akan semakin menambah resiko inalokasi dana luar negri yang
lebih besar lagi. Alokasi dana luar negri yang tepat akan menjadikan
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.Hal lain
yang menjadisolusiadalahdenganmemaksimalkan instrument fiscal Negara seperti
SBSN, SBI dan instrument lain untukmendukungperekonomiansuatu Negara. Secara ringkas,
solusi terhadap utang luar negri adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan sekema penjadwalan hutang
Pemerintah
Indonesia telahmeminta untuk melakukan penjadwalan hutang. Namundemikian,
Pemerintah Indonesia tidak bisa sepenuhnyamendapatkan keringanan karena menurut
ketentuan IMF,penundaan pembayaran cicilan dan bunga akanmenimbulkan implikasi
moratorium. Hal ini berarti bahwaIndonesia bisa terkena default dan akan sulit
menerimakredit bam. Dalam kasus penjadwalan hutang ini, Indonesiaboleh menunda
pembayaran cicilan pokok pinjaman, namuntetap membayar bunga pinjaman.
b. Sekema pengurangan utang (debt reduction)
Skema
pengurangan hutang ini diajukanberdasarkan alasan bahwa Pemerintah yang
sekarang tidakharus menanggung beban hutang yang dikorupsi olehPemerintah Orde
Bam. Skema semacam ini disebut sebagaiskema odious debt atau hutang yang
"menjijikkan". Hanyasaja hingga saat ini upaya ini agak sulit
diterima oleh negarakreditor karena mereka beranggapan bahwa masalahkorupsi
hutang luar negeri adalah masalah internalIndonesia. Akan tetapi beberapa
negara kreditor mempertimbangkan sekema ini. Berdasarkan ketentuan Bank Dunia
bahwa jumlah utang yang diampuni sekitar 1/3 dari utang yang dikorupsi dimasa
orde baru.
c. Sekema
pengampunan utang (debt forgivness)
Di masa
lalu,ketika tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatcepat, agak janggal
untuk meminta penundaan dan pengampunan hutang, karena semua lembaga keuangan
internasional mempunyai keyakinan bahwa ekonomi Indonesia begitu baik dan tidak
ada alasan untuk melakukan penundaan pembayaran. Jika cara ini ditempuh
dikhawatirkan negara-negara kreditur tidak akan memberikan pinjaman baru kepada
Indonesia dan skema ini bisa merusak citra Indonesia di mata intemasional dan
secara ekonomi dan politik bisa berakibat fatal.
d. Sekema pengurangan utang (debt cancellation)
Sekema
pengurangan utang ini pada dasarnya mempunyai bentuk yang sama dengan sekema
pengampunan utang. Sekema ini bertujuan untuk meringankan beban utang nehara
yang terus mengalami peningkatan.
Karena
skema-skema penjadwalan hutang luar negeri yangdiupayakan Indonesia di atas
belum sepenuhnya berhasil,maka pedu dilakukan berbagai upaya misalnya
pembeliankembali hutang (debt buybacks), pengalihan hutang kedalam
obligasi (debt-for-equity swaps), pengalihan hutanguntuk alam (debt-for-nature-swaps)
atau pengalihanhutang untuk kemiskinan (debt-for-poverty-swaps).
Pengalihan
hutang kedalam obligasi (debt-for-equity swaps), pengalihan hutanguntuk
alam (debt-for-nature-swaps) atau pengalihanhutang untuk kemiskinan (debt-for-poverty-swaps).
Dengan deb-for-equity-swaps,negara debitur menukarkan hutangnya ke
matauangdomestik dengan harga diskon. Mata uang domestik inidipergunakan
kreditur untuk melakukan investasi di suatuperusahaan di negera debitur. Dengan
debt-for-nature swaps, suatu kelompok yang bergerak dalam
bidangkonservasi dapat membeli hutang yang tidak bisa dibayar,dan bunganya
digunakan oleh Pemerintah perninjam untukmelindungi lingkungan. Dernikian juga
halnya dengan debt-for-poverty-swaps,
negara kreditur bisa membeli kembalihutang yang tidak bisa dibayar
dengan harga diskon, dan dikembalikan kepada negara debitur dengan ketentuan
bahwa dana tersebut harus digunakan untuk menanggulangi kemiskinan.
e.
Pengalihan
kepada hal-hal yang bersifat produktif
Pengalihan
pinjaman kepada hal-hal yang berifat produktif akan menunjang pertumbuhan
ekonomi negara dan mampu mengurangi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh
utang tersebut. Hal ini juga dapat mendukung dalam pembayara nutang negara
melalui keuntungan yang didapatkan.
Jadi, dengan adanya
utang atau pinjaman tersebut diharapkan dapat membantu mengatasi masalah
finansial negara dan mengurangi kesenjangan yang antara si kaya
dan si miskin agar bisa sama-sama menikmati fasilitas hidup yang memadai dan
tidak hanya dinikmati oleh hanya segelintir orang saja.
Refrencess
-
Easterly, W. (2003). Can foreign aid
buy growth. Journal of Economic Perspectives, Vol.17 No.1
-
Unbreen, Qayyum and Din, Musleh and Adnan, Haider: Foreign Aid, External Debt
and Governance. Munich Personal RePEc Archive MPRA Paper No. 40260.
-
Ilhan Ugurel: External Debt of The
Islamic Countries: The Present Situation And The Future Prospect. Journal
of Economic Cooperation 20, 4 tahun 1999 73-106.
-
Catherine Pattillo, Hélène Poirson, and Luca
Ricci: What Are the Channels
Through Which External Debt Affects Growth?. IMF working paper
WP/04/15 edisi januamri 2004
-
Kuncoro Haryo: Ketangguhan APBN Dalam
Pembayaran Utang. Buletin Ekonomi dan Pembangunan volume 13 no. 4 bulan
April 2011.
-
Paul Krugman: Financing VS. Forgiving
A Debt Overhang. NBER Working Paper No. 2486.
-
Jeffrey Sachs:U.S.Commercial Banks
And The Developing Country Debt Crisis: NBER Working Paper No. 2455
December 1987.
-
Unbreen Qayyum and Adnan Haider Foreign
Aid, External Debt and Economic Growth Nexus in Low-Income Countries: The Role
of Institutional Quality.
-
Pramono Joko: Transformasi budaya untuk memperbaiki kinerja pembangunan:
jurnal ekonomi dan kewirausahaan Vol. 8, No. 1, april 2008: 104-102.
-
Harinowo, Cyrillus: Utang
luar negri Indonesia: perkembangan, prospek dan pengelolaannya.PT. Gramedia PustakaUtama 2002.
-
L.P.E.M-F.E.U..I: Evalusi Perekonomian Indonesia 1978-198. PT. Bina Aksara-Jakarta 1983
-
Edy Suandi Hamid, Perekonomian
Indonesia Masalah dan Kebijakan Kontemporer, (Yogyakarta:UII Press,
2000), hlm. 67.
-
Ascarya dan Yumanita, Dana, Utang pemerintah dan Kesinambungan Fiskal. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, vol. III, no. 1, Januari
2004, ISEI Bandung.
-
Syafiq Mahmadah Hanafi, Hutang Luar Negeri Antara
Kebutuhan Rasional dan Kebutuhan Etis, Jurnal Asy-Syir'ah No. 7, Yogyakarta, 2000.
-
Daryanto,
Arief: Hutang Luar Negeri Indonesia :
Masalah dan Alternatif Solusinya. Agrimedia Vol.7 No.1 Tahun 2001. Vol 7;No
1. IPB (Bogor Agricultural University)
- Arlef, S.
dan A. Sasono (1987), Modal Asing,
Beban Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia, UI-Press,
Jakarta.
-
Daryanto, A.
(2000), "Indonesia's Crisis amd
the Agricultural Sector: the Relevance of Agricultural Demand-Led
Industrialization", Politics, Administration and Change 33.
-
George,
Susan. "The Debt Bomerang."
(1992).ttp://www.tni.org/archives/books_debtboomerang
-
Daryanto,
Arief. "Hutang Luar Negeri
Indonesia: Masalah dan Alternatif Solusinya." Jurnal Agrimedia, Vol.7
No. 1 (2001).
-
Saad, wadad.
Causality between Economic Growth, Export, and External Debt.,
Interational Journal of Economic and Finance, Vol.4 No. 11 2012
-
Patillo,
catherine, Poison, Helene and Ricci Luca. What Are the Channels Through
Which External Debt Affects Growth., IMF Working Paper WP/0415
-
CAPITAL
FLOWS, FOREIGN DIRECT INVESMENT, AND DEBT EQUITY SWAPS IN DEVELOPING COUNTRIES. NBER
Working Paper Series
- Mustafa, Daud dan Razak, Nor Azam
Abdul. Islamic Development Bank, Foreign Aid and Economic Growth in Africa:
A Simultaneous Equations Model Approach., Interational Journal of Economic
and Finance Vol. 4, No. 6; June 2012.
- Pramono, Joko. TRANSFORMASI BUDAYA UNTUK MEMPERBAIKI
KINERJA PEMBANGUNAN. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 8,
No. 1, April 2008
- Dooley, Michael P dan Kletzer, Kenneth M. CAPITAL FLIGHT, EXTERNAL DEBET
AND DOMESTC POLICIES., NBER working paper o.4793
-
Ugurel,
Ilham. EXTERNAL DEBT OF THE ISLAMIC COUNTRIES THE PRESENT SITUATION AND FUTURE
PREOSPECT. Joural of Econometric cooperation, Vol.20 No.4
[4][4]Kerangka
teori kesenjangan ganda 1) (the two gaps model) dapat dijelaskan dengan
persamaan dasar makro ekonorni (= pendapatan nasional). Pada dasarnya teori ini
menunjukkan bahwa defisit pembiayaan investasi swasta tetjadi karena tabungan
lebih kecil dari investasi (I - S =resource gap), dan defisit
perdagangan disebabkan karenaekspor lebih kecil dari impomya (X - M = trade
gap).Pencetus model ini adalah Chenery dan Bruno (1979). Model sektoral ini
terdiri dari dua sektor, yakni swasta dan perdagangan (ekspor danimpor).
Selanjutnya, two gaps model ini dikembangkan menjadi three gaps
model, yang terdiri dari tiga sektor, dua sektor dalmtwo
gapsmodel ditambah dengan sektor pemerintah.
Beberapa artikel yang menggunakan three gaps model dalam menganallsls
keterkRitan antarapertumbuhan ekonorni dan utang luar negeri di negera
berkembang antara lain adalah Bacha (1984) dan Reisen dan van Trotsenburg
(1988).
[5][5] PERKEMBANGAN UTANG NEGARA (Pinjaman dan
Surat Berharga Negara); Direktorat Jendral Pengelolaan Utang KEMENKEU hal 4
[6][6]Bank Indonesia (BI) mengungkapkan defisit neraca transaksi berjalan
kuartal IV-2012 semakin melebar dan tercatat mencapai 7,8 miliar dolar AS atau
3,6 persen dari produk domestik bruto (PDB)Meningkatnya defisit transaksi
berjalan disebabkan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas sementara
surplus neraca perdagangan nonmigas menurun. (antaranews.com edisi kamis 21/02/12)
[7][7]Transaksi
berjalan adalah bagian dari perkiraan neraca pembayaran yang mencatat
pembayaran dan penerimaan yang ditimbulkan dari perdagangan barang dan jasa
[9][9]Beberapa indikatormenunjukkan bahwa
Indonesia telah masuk ke perangkaputang. Sebelum krisis, bulan Maret 1996,
beban utangsebesar 30 persen dari GDP. Kini setelah krisis beban utangmalahan
melonjak menjadi 128 persen GDP.
[11][11]Indonesia
menapaki abad 21 (KAJIAN EKONOMI POLITIK): UTANG LUAR NEGRI: MASALAH DAN
KECENDRUNGANNYA; hal 29
[13][13]Evalusi
Perekonomian Indonesia 1978-1981 oleh L.P.E.M-F.E.U..I: PT. Bina Aksara-Jakarta
1983
[14][14] Untuk lebih jelasnya baca; UTANG
PEMERINTAH (perkembangan, prospek dan pegelolaannya): Cyrillus Harinowo
[19][19]Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia Masalah dan Kebijakan
Kontemporer, (Yogyakarta:UII Press, 2000), hlm. 67.
[21][21] Pada penjelasan tentang politik
luar negri bebas akitf, disana menyatakan bahwa pembayaran utang tidak boleh
memberatkan para peminjam dan tidak boleh memberikan syarat yang tidak sesuai
dengan perjanjian. Hal inilah yang menjadi pemicu sering terhambatnya
pembayaran kembali utang-utang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar