PERANAN
MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN
RASULULLAH
Abd Hamid Syarif
s.1014.215
Mata Kuliah:
Mikro Ekonom Islam
Ekonomi Islam Angkatan 10 tahun 2012-2013
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam TAZKIA
PERANAN MASJID
DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH
Abstract
When rasulullah migrated to Madinah, upon arrival he immediately
build a mosque which will be build as the center of islam. Among them: religious, economic,
military, and is used as a
war formation, etc. In economic terms,its shown
with the construction of Baitul-mal as a means muamalah activity at that time and continued until the
reign khulafaurrasyidin. At that era, masque is the center of all the activity of islam. a much
of policy is maked in mosque. This paper aims to review the role of the optimization of the mosque which
has become the basis of the development of Islam.at the last of the desriptoin of this paper, the writer try to apply the
policy of Rasulullah and Khalifah in this century.
BAB
I
Pendahuluan
1.1
latar belakang
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah saat hijrah pertama
kali ke Madinah adalah membangun masjid yang dimana akan digunakan sebagai
pusat kegiatan ummat islam, salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Pada periode
madinah, tugas besar Rasulullah adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat
muslim Madinah yang baru terbentuk. Lebih jelas
lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan masalah ekonomi umat Islam adalah
ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah. Seperti di madinah mrupakan negara
yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari
sisi ekonomi. Oleh karena itu peletakann dasar-dasar sistem ekonomi yang
diletakkan oleh rasulullah merupakan langkah yang sangat tepat dan signifikan
sehingga islam sebagai sebuah agama yang dan negara dapat berkembang pesat
dalam waktu yang relatif singkat.
Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan manusia.Pada zaman pemerintahan Rasulullah, masjid digunakan
sebagai pusat pemerintahan islam dan melakuakan banyak hal di masjid mulai dari
kegiatan ibadah, ekonomi, politik, militer dan lainnya. Masjid merupakan sebuah
tempat yang mempunyai arti penting bagi ummat muslim seluruh dunia. Kata masjid
berasal bahasa arab dari akar kata سجّد – يسجّد – سجودا yang berarti tunduk, patuh, ta’at dengan penuh ta’zim dan hormat. Banyak hal
dilakukan oleh rasulullah melalui masjid diantaranya: menentukan strategi
perang, menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi, meberikan pendidikan agama
kepada kaum muslimin dan lainnya. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan
instruksi kepada para tentara yang akan dikirim ke suatu tempat untuk
berperang. Dari segi ekonomi, peranan masjid terlihat melalui adanya baitul mal
yang dibangun oleh rasulullah lalu kemudian menghimpun harta dari orang-orang
kaya lalu kemudian mendistribusikannya. Tidak
hanya itu, Rasulullah juga mulai mengembangkan kota madinah dengan
prinsip-prinsip ekonomi yang diambilnya.
Upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari
kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw Masjid sebagai pusat
peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain
sebagai pusat ibadah juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan
dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat
penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
Oleh karena itu peranan rasulullah saat itu sangat
banyak yakni sebagai pimpinan masyarakat, perancang perekonomian, pemimpin
politik, pimpinan militer, dll. Pada paper ini, penulis hanya akan menjelaskan
mengenai optimalisasi pernan masjid dari segi muamalah (ekonomi) yang telah
dipraktikkan pada zaman rasulullah sampai pada pemerintahan Khulafaurrasyidin
dan bagaimana implikasinya pada zaman ini.
1.2 Rumusan Masalah
- Model
pengembangan ekonomi melalui Masjid.
- Peranan masjid
sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
- Model
perekonomian zaman Rasulullah.
- Kebijakan-kebijakan
fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
- Studi kasus
tentang praktik kebijakan rasulullah pada zaman ini Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
1.3 Tujuan penelitian
Melihat begitu besarnya peranan masjid pada zaman rasulullah,
penulis merasa perlu untuk sedikit mengulas tentang peranan dan optimalisasi
fungsi masjid sebagai sarana pengembangan aspek kehidupan tertama dalam hal
ekonomi seperti apa yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah dulu dan
bagaimana relavansinya di zaman sekarang ini baik kebijakan maupun sistem yang
telah dipraktikkan Rasulullah.
BAB II
Pembahasan
2.1
Model pengembangan ekonomi melalui
Masjid.
Melihat apa yang dilakukan oleh rasulullah yakni denga mengeluarkan
kebijakan Pembangunan masjid sebagai sentra kegiatan islam dalam segala aspek
baik muamalah, siasah dll Merupakan salah satu bentuk atau model pembangunan
ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah saat itu. Hal ini menjadi salah satu
hal yang menarik untuk dibahas dimana masjid digunakan sebagai sentra kegiatan
muamalah.
Pada dasarnya penggunaan masjid sebagai dasar pembangunan sistem
ekonomi yang berbasis keislaman merupakan suatu hal yang sangat tepat untuk
dilakukan. Pada zaman rasulullah masjid juga digunakan sebagai sarana
pembelajaran untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman dan menguatkan ukhwah dan
jamiah islamiah diantara kaum mulimin muhajirin dan anshar pada saat itu. Jika
dikorelasikan antara peranan masjid dan pengembangan ekonomi islam, maka masjid
akan digunakan sebagai penguat pondasi-pondasi keislaman dan pembelajaran
tentang teori-teori muamalah sebelum diterapkan di dunia rill. Masjid mempunyai
fungsi yang vital dalam pembentukan karakter ekonom yang robbani sehingga
sistem ekonomi yang islami tersebut bisa dijalankan secara sempurna. Dari segi
perekonomian secara individu, msjid bisa digunakan sebagai sarana pengembangan
pengetahuan dalam hal keislaman dan atau ekonomi secara khususnyaguna
mendapatkan makna-makna muamalah secara mendalam, baik teori maupun praktiknya
di dunia rill. Jika dipandang secara masal atau dalam skub kenegaraan, masjid
bisa dimanfaatkan sebagai sarana diskusi slama menentukan kebijakan muamalah
kenegaraan guna mendapatkan hasil yang maksimal dan untuk meminimalisir
kethidak adilan dalam pengambilan kebijakan. Tentu hal ini harus ditopang denga
keimanan yang kuat.
2.2
Peranan
masjid sebagai sarana dakwah ekonomi
islam.
Kalau disebut
bahwa pada zaman nabi terdapat Negara islam, maka yang pertama kita ingat
adalah kota yastrib. Kota ini kemudian berganti nama menjadi Madinat al_nabi
yang kemudian popular dengan sebutan Madinah. Pada awal pembentukan Negara
islam di Madinah (yastrib) oleh rasulullah SAW, hal yang pertama yang menjadi
kebijakan rasulullah adalah pembangunan masjid sebagai tempat ibadah,
menguatkan rasa persaudaraan dan ikatan jamaah islamiah, mendalami
ajaran-ajaran islam dan sentra pengembangan dan pembangunan Negara dan
sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak
Nabi Muhammad saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw
mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan
dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah),
juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Permasalahan ini menjadi salah
satu pusat perhatian utama Rasulullah saw, karena merupakan pilar keimanan yang
penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.
Sudah
pasti, upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan
sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah
sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah
memiliki sebuah wilayah, yakni Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan
kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat
ibadah (ritual) juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan
pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat
penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
2.3 Model perekonomian zaman Rasulullah.
Sumber Pendapatan Primer merupakan pendapatan utama bagi negara di
masa Rasulullah saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan
tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan
termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan
secara jelas dan eksplisit di dalam al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 60. Dan
pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara.
Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal.
Menurut Bukhari, Rasulullah saw berkata kepada Muadz, ketika ia
mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat: “…Katakalah kepada
mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar
zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya
kepada orang miskin diantara mereka.” Demikianlah pemerintah pusat berhak
menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan
lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah,
ibu kota negara. Dan, pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal
berikut:
1. Benda logam yang terbuiat dari emas
seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
2. Benda logam yang terbuat dari perak,
seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
3. Binatang ternak unta.
4. Berbagai jenis barang dagangan
termasuk budak dan hewan.
5. Hasil pertanian termasuk
buah-buahan, Luqta, harta benda yang ditingalkan musuh, barang temuan.
Sumber-sumber
pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan negara pada zaman
pemerintahan rasulullah adalah:
- Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang.
- Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslim dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menuerut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
- Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
- Amwal Fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggalkan tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
- Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositkan di Baitul Maal.
- Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
- Zakat fitrah, zakat yang ditarik di masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum sholat Idhul Fitri.
- Shadaqah, seperti kurban dan kaffarat.
2.4 Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
Kota Yatsrib yang sekarang menjadi kota Madinah, dahulu mangalami
masa-masa sulit sebelum Islam datang. Dakwah Rasulullah di kota Makkah
mendapatkan banyak tantangan dan rintangan, kemudian Rasulullah berhijrah dari
Makkah ke Madinah. Dengan kekuasaan Allah SWT dakwah Rasulullah SAW disana
dimudahkan oleh Allah SWT. Langkah awal yang dilakukan Rasulullah dalam
memperbaiki keadaan tersebut adalah membangun masjid, merehabilitasi kaum
muhajjirin dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum anshar, membuat
konstitusi negara, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an yakni persaudaraan, persamaan,
kebebasan, dan keadilan. Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW
berakar dari prinsip-prinsip Al-qur’an. Dalam Islam, kehidupan manusia tidak
dapat dipisahkan antara dunia dan akhirat, keduanya merupakan satu kesatuan.
Begitu juga dengan kehidupan manusia, Allah SWT tidak memerintahkan manusia untuk
memisahkan kehidupannya antara dunia dan akhirat.
Beberapa contoh kebijakan fiskal zaman Rasulullah.
a.
Kebijakan Pengeluaran (Government
Spending)
Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak
tertentu pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab
agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat
jelas mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara.
Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk
distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.
Kebijakan fiskal dan anggaran belanja dalam Islam memliki
prinsip bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas
distrubusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan
spiritual pada tingkat yang sama. Dari semua kitab agama masa dahulu,
Al-Qur`an-lah satu-satunya kitab yang meletakkan perintah yang tepat tentang
kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan. Kegiatan-kegiatan yang
menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan negara harus digunakan untuk
mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam
seperti ditetapkan dalam al-Qur`an dan Sunnah.
Sejalan dengan adanya suatu perekonomian. Untuk lebih
berkembangnya suatu perekonomian perlu adanya suatu kebijakan-kebijakan yang
diadakan oleh pemerintah, baik itu tindakan maupun strategi supaya ekonomi yang
sedang berjalan diupayakan terus maju, tanpa adanya suatu kelemahan ekonomi
yang mengakibatkan terjadinya inflasi, pengangguran dan lain sebagainya. Tetapi
apabila pendapatan pemerintah berkurang maka pemerintah juga harus mengurangi
pengeluaran. Singkatnya orang berpandangan bahwa pemerintah haruslah
menjalankan kebijakan fiskal seimbang atau anggaran belanja seimbang, yaitu
pengeluaran haruslah sesuai atau sama dengan pendapatanya.
Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menanamkan prinsip saling
membantu (taawwun) terhadap kebutuhan
saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah di Madinah, dalam waktu
yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan menerapkan
prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi,
mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan
pada akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh.
Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang
segera mendapat perhatian beliau, seperti :
- Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya,
- Merehabilitasi Muhajjirin Mekkah di Madinah,
- Menciptakan kedamaian dalam Negara,
- mengeluarkan hak dan kewajiban bagi waga negaranya,
- membuat konstitusi Negara,
- menyusun system pertahanan madinah,
- meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan lainpun mulai
terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang
berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah.
Rasulullah_pun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti
tempat penggembalaan kuda-kuda perang, bahkan menentukan beberapa orang petugas
untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang
dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah, sedangkan tugas penjagaan baitul maal
dan
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
Ada empat langkah yang dilakukan Nabi
SAW:
- Peningkatan pendapatan rasional dan
tingkat partisipasi kerja . Rasulullah
melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Yang
menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang
berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah. - Kebijakan Pajak. Penerapan kebijakan pajak
yang dilakukan Rasulullah saw,
seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan
mengurangi tingkat inflasi. - Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan
Rasulullah saw secara cermat, efektif
dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering
terjadi peperangan. - Kebijakan Fiskal Khusus. Rasulullah saw
menerapkan beberapa kebijakan fiskal
secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimin
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin; meminjam peralatan dari kaum non-Muslim secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjan uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk
menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum
muslimin.
Kebijakan Anggaran Belanja
Di zaman Rasulullah saw sisi penerimaan APBN terdiri dari kharaj
(sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan
orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda).
Sedangkan pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kepentingan dakwah,
pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja
pegawai. Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, berdasar
prensentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan
menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran
agregat. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah
penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Di zaman kekhalifahan begitu
banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik di zaman Umar ibn Khattab
penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di sisi pengeluaran, Umar
memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN
untuk membangun infrastruktur.
b.
Kebijakan Pemasukan (Government Income)
Tidak diragukan bahwa terdapat elastisitas yang besar dalam sistem
keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal ini dapat disebabkan, karena
al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang dikenakan pada berbagai milik
kaum muslimin dan juga karena sejarah administrasi keuangan Islam itu sendiri.
Sejauh mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi
secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada
memberlakukan kewajiban dan tugas yang dilaksanakan dengan segala kekuasaan
yang dapat dimiliki masyarakat. Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa
hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihanlah yang
memikul beban utama perpajakan.
Kebijakan Ekonomi Zaman Modern
Di masa Nabi Rasulullah Saw kebijakan anggaran sangat sederhana
dan tidak serumit sistem anggaran modern. Anggaran modern merupakan suatu
campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan dimasa depan,
maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan
ekonomi negara. Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern
dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam
dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari
jalan dengan cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur
pajak atau dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri.
Oleh karena itu, di dalam Islam tidak mengenal pembuatan anggaran belanja
negara tahunan, sebagaimana yang terdapat dalam demokrasi. Dari sinilah, maka
anggaran belanja negara Islam tidak dibuat dalam bentuk tahunan, meskipun
negara Islam mempunyai anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan
oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluaranya.
2.5 Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah dan Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman
ini.
kebijakan ekonomi yang telah diterapkan
pada zaman rasulullah belum tentu bisa dilaksanakan pada zaman sekarang ini
karena faktor-faktor tertentu seperti harta rampasan perang dll. Seperti halnya
jizya yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan Fiskal pada zaman
rasulullah. Jika diterapkan pada zaman tentu menjadi hal yang asing di telinga
masyarakat karena pada praktiknya jizya merupakan upah atau pajak perlindungan
bagi kaum non-muslim pada zaman itu. Lain halnya dengan zaman sekarang ini
dimana terdapat kebebasan dalam setiap individu.
Akan tetapi masih banyak kebijakan fiskal
yang telah dicontohkan rasulullah yang bisa kita terapkan pada zaman in seperti
Zakat, Kharraj, Khums dll. Dewasa ini zakat merupakan salah satu pembahasan
yang hangat dikalangan masyarakat dalam penerapannya sebagai salah satu sumber
APBN yang kemudian dikaitkan dengan pajak. Di indonesia, potensi zakat yang
begitu besar menjadi salah satu alasan para kaum intelek untuk membahas zakat
sebagai salah satu aspek pendapatan negara. Akan tetapi potensi zakat yang
begitu besar masih belum bisa dioptimalkan pengumpulannya. Sehingga jumlah
zakat yang begitu besar itu hanya bisa terkumpul sekitar 30% saja.
Kebijakan rasulullah kedua yang bisa
diterapkan sebagai salah satu kebijakan fiskal negara adalah Kharraj atau di
indonesia disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini merupakan salah
satu objek pendapatan negara yang mampu menpang anggaran negara. Akan tetapi
banyak kalangan memandang kebijakan islam dalam bidang fiskal dipandang sebelah
mata. Masih banyak yang beranggapan bahwa islamhanya sebatas wahana spirtual
saja. Akan tetapi islam sebagai agama yang bersifat universal menyangkut
tetntang segala aspek kehidupan, bukan hanya ibadah dan muamalah tapi juga
siyasah syariyyah dan segala karena itu
kehidupan. Oleh karena itu pndangan terhadap islam yang sempit itu harus
dihilangakn dan merubah paradigma tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
Jika kita melihat praktik ekonomi yang
dicontohkan oleh rasulullah maka untuk mencapai hasil pengembangan ekonmi yang
berbasiskan masjid harus mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya
peranan masjid dan tentu membutuhkan sosialisai agar bisa diteima oleh semua
kalangan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan ekonomi islam
kedepannya. Pentingnya peranan masjid ini digambarkan oleh rasulullah sesaat
setelah beliau tiba di madinah yakni menentukan kebijakan pembangunan masjid
yang dinamak masjid Quba sebagai sentral kegiatan islam pada zaman rasul.
Daftar pustaka
-
An-
Nahbani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam,
1996, Risalah Gusti, Surabaya
-
Azwar
Karim, Adiwarma,.Edisi III Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2004, PT. Grafindo
Persada, Jakarta
-
Azwar
karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2002, The International
Institute of Islamic Thought, Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar