POLITIK ISLAH: RE-NEGOSIASI ISLAH, KONFLIK, DAN KEKUASAAN DALAM NAHDLATUL WATHAN DI LOMBOK TIMUR
Oleh. Saipul Hamdi
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 1-14
Oleh. Saipul Hamdi
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 1-14
PENGANTAR
Konflik merupakan salah satu ancaman
besar yang dihadapi bangsa Indonesia padamasa Reformasi. Jatuhnya rezim
Suharto 1998 ditandai dengan munculnya berbagai konflik komunal hampir
di setiap daerah di Indonesia (Anwar et al ., 2005; Nugroho et al.,
2004). Konflik yang muncul pada masa Reformasi lebih bersifat komunal
yang me libatkan sebuah masyarakat, komunitas, or ganisasi atau
institusi sosial (Tomagola, 2006; Colombijn, 2001). Konflik tidak hanya
di sebabkan oleh perbedaan identitas budaya, bahasa, dan agama, tetapi
juga karena adanya kepentingan ekonomi, politik, dan kekuasaan. Anthony
Giddens mengatakan bahwa konflik sangat dekat dengan ideolo gi, politik,
dan kekuasaan. Bahkan sebagian besar konflik yang muncul hanya disebab
kan oleh faktor kekuasaan (Giddens, 1989: 571). Konflik komunal di
Ambon, Maluku, Poso, Kalimantan, dan Lombok memiliki kaitan yang kuat
dengan kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan. Kuatnya pengaruh
dari faktor-faktor tersebut menyebabkan konflik terus mengalami
polarisasi, reproduksi, dan eskalasi di masyarakat (Van Klinken, 2005:
94, 99; Wilson, 2008: 130- 131).