Jumat, 11 Desember 2015

POLITIK ISLAH: RE-NEGOSIASI ISLAH, KONFLIK, DAN KEKUASAAN DALAM NAHDLATUL WATHAN DI LOMBOK TIMUR

POLITIK ISLAH: RE-NEGOSIASI ISLAH, KONFLIK, DAN KEKUASAAN DALAM NAHDLATUL WATHAN DI LOMBOK TIMUR
Oleh. Saipul Hamdi
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 1-14
PENGANTAR
Konflik merupakan salah satu ancaman besar yang dihadapi bangsa Indonesia padamasa Reformasi. Jatuhnya rezim Suharto 1998 ditandai dengan munculnya berbagai konflik komunal hampir di setiap daerah di Indonesia (Anwar et al ., 2005; Nugroho et al., 2004). Konflik yang muncul pada masa Reformasi lebih bersifat komunal yang me libatkan sebuah masyarakat, komunitas, or ganisasi atau institusi sosial (Tomagola, 2006; Colombijn, 2001). Konflik tidak hanya di sebabkan oleh perbedaan identitas budaya, bahasa, dan agama, tetapi juga karena adanya kepentingan ekonomi, politik, dan kekuasaan. Anthony Giddens mengatakan bahwa konflik sangat dekat dengan ideolo gi, politik, dan kekuasaan. Bahkan sebagian besar konflik yang muncul hanya disebab kan oleh faktor kekuasaan (Giddens, 1989: 571). Konflik komunal di Ambon, Maluku, Poso, Kalimantan, dan Lombok memiliki kaitan yang kuat dengan kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan. Kuatnya pengaruh dari faktor-faktor tersebut menyebabkan konflik terus mengalami polarisasi, reproduksi, dan eskalasi di masyarakat (Van Klinken, 2005: 94, 99; Wilson, 2008: 130- 131).